Pages - Menu

Peter dan Tina

Peter dan Tina sedang duduk bersama di taman kampus tanpa melakukan apapun, hanya memandang langit sementara sahabat-sahabat mereka sedang asik bercanda ria dengan kekasih mereka masing-masing.

Tina: "Duh bosen banget. Aku harap aku juga punya pacar yang bisa berbagi waktu denganku."
Peter: "kayaknya cuma tinggal kita berdua deh yang jomblo. cuma kita berdua saja yang tidak punya pasangan sekarang." (keduanya mengeluh dan berdiam beberapa saat)
Tina: "Kayaknya aku ada ide bagus deh. kita adakan permainan yuk?"
Peter: "Eh? permainan apaan?"
Tina: "Eng... gampang sih permainannya. Kamu jadi pacarku dan aku jadi pacarmu tapi hanya untuk 100 hari saja. gimana menurutmu?"
Peter: "baiklah... lagian aku juga gada rencana apa-apa untuk beberapa bulan ke depan."
Tina: "Kok kayaknya kamu gak terlalu niat ya... semangat dong! hari ini akan jadi hari pertama kita kencan. Mau jalan-jalan kemana nih?"
Peter: "Gimana kalo kita nonton saja? Kalo gak salah film The Troy lagi maen deh. katanya film itu bagus"
Tina: "OK dech.... Yuk kita pergi sekarang. tar pulang nonton kita ke karaoke ya... ajak aja adik kamu sama pacarnya biar seru."
Peter : "Boleh juga..." (mereka pun pergi nonton, berkaraoke dan Peter mengantarkan Tina pulang malam harinya)

Hari ke 2:
Peter dan Tina menghabiskan waktu untuk ngobrol dan bercanda di kafe, suasana kafe yang remang-remang dan alunan musik yang syahdu membawa hati mereka pada situasi yang romantis. Sebelum pulang Peter membeli sebuah kalung perak berliontin bintang untuk Tina.

Hari ke 3:
Mereka pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencari kado untuk seorang sahabat Peter. Setelah lelah berkeliling pusat perbelanjaan, mereka memutuskan membeli sebuah miniatur mobil mini. Setelah itu mereka beristirahat duduk di foodcourt, makan satu potong kue dan satu gelas jus berdua dan mulai berpegangan tangan untuk pertama kalinya.


Hari ke 7:
Bermain bowling dengan teman-teman Peter. Tangan tina terasa sakit karena tidak pernah bermain bowling sebelumnya. Peter memijit-mijit tangan Tina dengan lembut.

Hari ke 25:
Peter mengajak Tina makan malam di Ancol Bay. Bulan sudah menampakan diri, langit yang cerah menghamparkan ribuan bintang dalam pelukannya. Mereka duduk menunggu makanan, sambil menikmati suara desir angin berpadu dengan suara gelombang bergulung di pantai. Sekali lagi Tina memandang langit, dan melihat bintang jatuh. Dia mengucapkan suatu permintaan dalam hatinya.

Hari ke 41:
Peter berulang tahun. Tina membuatkan kue ulang tahun untuk Peter. Bukan kue buatannya yang pertama, tapi kasih sayang yang mulai timbul dalam hatinya membuat kue buatannya itu menjadi yang terbaik. Peter terharu menerima kue itu, dan dia mengucapkan suatu harapan saat meniup lilin ulang tahunnya.

Hari ke 67:
Menghabiskan waktu di Dufan. Naik halilintar, makan es krim bersama,dan mengunjungi stand permainan. Peter menghadiahkan sebuah boneka teddy bear untuk Tina, dan Tina membelikan sebuah pulpen untuk Peter.

Hari ke 72:
Pergi Ke PRJ. Melihat meriahnya pameran lampion dari negeri China. Tina penasaran untuk mengunjungi salah satu tenda peramal. Sang peramal hanya mengatakan "Hargai waktumu bersamanya mulai sekarang" kemudian peramal itu meneteskan air mata.

Hari ke 84:
Peter mengusulkan agar mereka refreshing ke pantai. Pantai Anyer sangat sepi karena bukan waktunya liburan bagi orang lain. Mereka melepaskan sandal dan berjalan sepanjang pantai sambil berpegangan tangan, merasakan lembutnya pasir dan dinginnya air laut menghempas kaki mereka. Matahari terbenam, dan mereka berpelukan seakan tidak ingin berpisah lagi.

Hari ke 99:
Peter memutuskan agar mereka menjalani hari ini dengan santai dan sederhana. Mereka berkeliling kota dan akhirnya duduk di sebuah taman kota.

15:20 pm
Tina: "Aku haus. Istirahat dulu yuk sebentar."
Peter: "Tunggu disini, aku beli minuman dulu. Aku mau teh botol saja. Kamu mau minum apa?"
Tina: "Aku saja yang beli. kamu kan capek sudah menyetir keliling kota hari ini. Sebentar ya"
Peter mengangguk. kakinya memang pegal sekali karena dimana-mana Jakarta selalu macet.

15:30 pm
Peter sudah menunggu selama 10 menit and Tina belum kembali juga. Tiba-tiba seseorang yang tak dikenal berlari menghampirinya dengan wajah panik.
Peter : "Ada apa pak?"
Orang asing: "Ada seorang perempuan ditabrak mobil. Kayaknya perempuan itu adalah temanmu"
Peter segera berlari bersama dengan orang asing itu. Disana, di atas aspal yang panas terjemur terik matahari siang,tergeletak tubuh Tina bersimbah darah, masih memegang botol minumannya. Peter segera melarikan mobilnya membawa Tina ke rumah sakit terdekat. Peter duduk diluar ruang gawat darurat selama 8 jam 10 menit. Seorang dokter keluar dengan wajah penuh penyesalan.

23:53 pm
Dokter: "Maaf, tapi kami sudah mencoba melakukan yang terbaik. Dia masih bernafas sekarang tapi Yang kuasa akan segera menjemput. Kami menemukan surat ini dalam kantung bajunya."
Dokter memberikan surat yang terkena percikan darah kepada Peter dan dia segera masuk ke dalam kamar rawat untuk melihat Tina. Wajahnya pucat tetapi terlihat damai. Peter duduk disamping pembaringan tina dan menggenggam tangan Tina dengan erat. Untuk pertama kali dalam hidupnya Peter merasakan torehan luka yang sangat dalam di hatinya. Butiran air mata mengalir dari kedua belah matanya. Kemudian dia mulai membaca surat yang telah ditulis Tina untuknya.

Dear Peter...
ke 100 hari kita sudah hampir berakhir. Aku menikmati hari-hari yang kulalui bersamamu. Walaupun kadang-kadang kamu jutek dan tidak bisa ditebak, tapi semua hal ini telah membawa kebahagiaan dalam hidupku. Aku sudah menyadari bahwa kau adalah pria yang berharga dalam hidupku. Aku menyesal tidak pernah berusaha untuk mengenalmu lebih dalam lagi sebelumnya. Sekarang aku tidak meminta apa-apa, hanya berharap kita bisa memperpanjang hari-hari kebersamaan kita. Sama seperti yang kuucapkan pada bintang jatuh malam itu di pantai, Aku ingin kau menjadi cinta sejati dalam hidupku. Aku ingin menjadi kekasihmu selamanya dan berharap kau juga bisa berada disisiku seumur hidupku. Peter, aku sangat sayang padamu.

23:58
Peter: "Tina, apakah kau tahu harapan apa yang kuucapkan dalam hati saat meniup lilin ulang tahunku? Aku pun berdoa agar Tuhan mengijinkan kita bersama-sama selamanya. Tina, kau tidak bisa meninggalkanku! hari yang kita lalui baru berjumlah 99 hari! Kamu harus bangun dan kita akan melewati puluhan ribu hari bersama-sama! Aku juga sayang padamu, Tina. Jangan tinggalkan aku, jangan biarkan aku kesepian! Tina, Aku sayang kamu...!"

Jam dinding berdentang 12 kali.... jantung Tina berhenti berdetak. Hari itu adalah hari ke 100...

Katakan perasaanmu pada orang yang kau sayangi sebelum terlambat. Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Kau tidak akan pernah tahu siapa yang akan meninggalkanmu dan tidak akan pernah kembali lagi.

True love doesn't have a happy ending, because true love never ends....

Penantian sang ayah

Pesan : Bacalah cerita ini dengan perlahan, cerita ini memiliki ‘arti yang sangat dalam’ dari sekedar cerita biasa.

Tersebutlah seorang ayah yang mempunyai anak. Ayah ini sangat menyayangi anaknya. Di suatu weekend, si ayah mengajak anaknya untuk pergi ke pasar malam. Mereka pulang sangat larut. Di tengah jalan, si anak melepas seat beltnya karena merasa tidak nyaman. Si ayah sudah menyuruhnya memasang kembali, namun si anak tidak menurut. Benar saja, di sebuah tikungan, sebuah mobil lain melaju kencang tak terkendali. Ternyata pengemudinya mabuk. Tabrakan tak terhindarkan. Si ayah selamat, namun si anak terpental keluar. Kepalanya membentur aspal, dan menderita gegar otak yang cukup parah. Setelah berapa lama mendekam di rumah sakit, akhirnya si anak siuman. Namun ia tidak dapat melihat dan mendengar apapun. Buta tuli. Si ayah dengan sedih, hanya bisa memeluk erat anaknya, karena ia tahu hanya sentuhan dan pelukan yang bisa anaknya rasakan. Begitulah kehidupan sang ayah dan anaknya yang buta-tuli ini. Dia senantiasa menjaga anaknya.

Suatu saat si anak kepanasan dan minta es, si ayah diam saja. Sebab ia melihat anaknya sedang demam, dan es akan memperparah demam anaknya.

Di suatu musim dingin, si anak memaksa berjalan ke tempat yang hangat, namun si ayah menarik keras sampai melukai tangan si anak, karena ternyata tempat 'hangat' tersebut tidak jauh dari sebuah gedung yang terbakar hebat.

Suatu kali anaknya kesal karena ayahnya membuang liontin kesukaannya. Si anak sangat marah, namun sang ayah hanya bisa menghela nafas. Komunikasinya terbatas. Ingin rasanya ia menjelaskan bahwa liontin yang tajam itu sudah berkarat., Namun apa daya si anak tidak dapat mendengar, hanya dapat merasakan. Ia hanya bisa berharap anaknya sepenuhnya percaya kalau ayahnya hanya melakukan yang terbaik untuk anaknya.

Saat-saat paling bahagia si ayah adalah saat dia mendengar anaknya mengutarakan perasaannya, isi hatinya. Saat anaknya mendiamkan dia, dia merasa tersiksa, namun ia senantiasa berada disamping anaknya, setia menjaganya. Dia hanya bisa berdoa dan berharap, kalau suatu saat Tuhan boleh memberi mujizat.

Setiap hari jam 4 pagi, dia bangun untuk mendoakan kesembuhan anaknya. Setiap hari. Beberapa tahun berlalu. Di suatu pagi yang cerah, sayup-sayup bunyi kicauan burung membangunkan si anak. Ternyata pendengarannya pulih! Anak itu berteriak kegirangan, sampai mengejutkan si ayah yg tertidur di sampingnya. Kemudian disusul oleh penglihatannya. Ternyata Tuhan telah mengabulkan doa sang ayah. Melihat rambut ayahnya yang telah memutih dan tangan sang ayah yg telah mengeras penuh luka, si anak memeluk erat sang ayah & menangis, sambil berkata. "Ayah, terima kasih ya, selama ini engkau telah setia menjagaku."


Luangkanlah waktu 5-10 menit untuk merenungkannya kembali dan kalau perlu bacalah kembali dari awal, hingga kamu mengerti ‘arti yang sangat dalam’ tersebut.

HUT ke-10

Hari itu ulang tahunku yang kesepuluh, dan aku akan merayakannya dengan pesta yang paling meriah. Daftar undangannya, yang kutulis di bagian belakang map tugas sekolah, dimulai dengan beberapa teman dekat. Tapi selama dua minggu sebelum malam Jumat yang istimewa, daftar itu dengan cepat bertambah panjang dari sepuluh anak perempuan menjadi dua puluh. Hampir semua anak perempuan sekelasku mendapat undangan menginap di rumahku untuk sebuah perayaan besar. Aku sangat bahagia ketika setiap tamu yang kuundang dengan penuh semangat menerimanya. Malam itu akan diisi dengan cerita seram, piza dan banyak hadiah. Tapi seperti yang kemudian kusadari, aku hanya akan benar-benar menghargai satu hadiah yang kuterima malam itu. Ruang keluarga dipenuhi hingar bingar teriakan dan gelak tawa. Kami baru saja selesai bermain kartu, Limbo, Twister, ketika bel pintu berdering. Aku tidak menaruh perhatian pada siapa yang datang. Untuk apa? Semua teman sekolah yang kusukai ada di sini, di dalam ruang keluargaku. "Judy, kemari sebentar", Ibu memanggil dari pintu depan, aku memutar bola mata dan mengangkat bahu ke arah teman-temanku seolah mengatakan. "Ya ampun, siapa yang berani menggangguku sekarang?". Yang sebenarnya ingin kukatakan adalah "Susah jadi orang terkenal!" Aku berbelok menuju pintu depan, lalu berhenti. Aku tahu mulutku menganga dan wajahku terasa memerah, karena di sana di beranda depan berdiri Sarah Westly anak perempuan pendiam yang duduk di sebelahku di kelas musik dan ia memegang sebuah bungkusan kado. Di kepalaku terbayang daftar undangan yang semakin panjang di bagian belakang map tugas sekolahku. Bagaimana aku sampai bisa lupa mengundang Sarah? Lalu kuingat bahwa aku hanya menambahkan sebuah nama ke dalam daftar ketika seseorang menunjukan rasa tertarik kepadaku. Tapi Sarah tidak pernah melakukannya. Tak pernah sekali pun ia menanyaiku tentang pesta ulang tahunku. Tak pernah sekalipun ia masuk ke dalam lingkaran anak-anak yang mengitariku pada saat makan siang. Dan ia bahkan pernah membantu membawakan ranselku ketika aku terengah-engah menyeret proyek ilmiahku ke ruang kelas kami di lantai tiga. Kurasa aku lupa mengundangnya hanya karena ia tidak minta diundang. Kuterima hadiah dari Sarah dan kuajak ia bergabung dalam pestaku. "Aku tidak bisa tinggal" katanya, menunduk. "Ayah menunggu di mobil." "Masuk sebentar, yuk?" kataku nyaris memohon. Saat itu aku merasa sangat tidak enak telah lupa mengundangnya dan benar-benar ingin ia tinggal "Terimakasih, tapi aku harus pergi." Katanya, berbalik ke arah pintu. "Sampai ketemu hari Senin." Aku berdiri di lobi dengan kado Sarah di tanganku dan perasaan kosong dalam hatiku. Aku baru membuka hadiah itu berjam-jam setelah pesta berakhir. Di dalam kotak kecil itu terdapat seekor kucing keramik setinggi sekitar tujuh setengah centimeter dengan ekor mengacung ke udara. Menurutku itu adalah hadiah terindah yang kuterima, meski aku tidak pernah benar-benar menyukai kucing. 

Saat itu aku tidak tahu, tapi sekarang aku sadar bahwa Sarah adalah satu-satunya sahabat sejati masa kecilku. Sementara anak perempuan lain satu persatu pergi meninggalkanku, Sarah selalu mendampingiku, selalu setia dan mendukung. Ia adalah seorang teman tanpa syarat yang selalu menolongku, selalu memberikan dorongan dan memahamiku. Aku selalu menyesali kecerobohanku lupa mengundang Sarah. Tapi aku juga menyadari satu hal. Aku mungkin takkan pernah mengetahui Sarah adalah seorang teman sejati kalau saat itu aku ingat mengundangnya ke pesta ulang tahunku. 

By : Judith Burnett

Telur

Pada suatu waktu, Columbus diundang dalam suatu perjamuan untuk merayakan keberhasilannya menemukan benua Amerika. Pada saat perjamuan sedang berlangsung, seorang kelasi muda berkata, “Pak Columbus, saya lihat perjalanan yang Bapak tempuh untuk menemukan benua Amerika sangat mudah. Saya kira setiap orang mempunyai kemampuan untuk itu.” Columbus hanya terdiam, kemudian ia mengambil sebutir telur dan berkata, “Saudara-saudara, siapa yang dapat membuat telur ini berdiri tegak?” Beberapa orang mencoba berkali-kali, tetapi telur selalu bergulir ke samping dan tidak dapat berdiri tegak. Akhirnya, Columbus mengambil telur tersebut. Salah satu ujung telur dibenturkan ringan ke meja sehingga ada retakan mendatar, kemudian ia meletakkan ujung retakan ke meja sehingga telur berdiri tegak, lalu Columbus berkata, “Meniru memang perbuatan mudah dan tanpa resiko, tetapi membuat dan melaksanakan gagasan memerlukan ide baru dan keberanian."

By : Columbus

Kura-kura

Ada satu keluarga kura2 memutuskan untuk pergi bertamasya. Dasarnya kura2,dari sononya memang sudah serba lambat, untuk mempersiapkan piknik ini saja mereka butuhkan waktu 7 tahun. Akhirnya keluarga kura2 ini meninggalkan hunian mereka, pergi mencari tempat yang cocok untuk kegiatan piknik mereka. Baru ditahun kedua mereka temukan lokasi yang sesuai dan cocok!

Selama enam bulan mereka membersihkan tempat itu, membongkari semua keranjang2 perbekalan piknik, dan membenah-susuni tempat itu. Lalu mereka baru sadar dan lihat bahwa mereka lupa membawa garam. Waduh, sebuah piknik tanpa garam? Mereka serempak setuju dan berteriak itu bisa menjadi bencana luar biasa. Setelah panjang lebar berdiskusi, kura termuda yang diputuskan terpilih untuk mengambil garam dirumah mereka. Meskipun ia termasuk kura tercepat dari semua kura2 yang lambat, si kura kecil ini merengek,menangis dan me-ronta2 dalam batoknya. Ia setuju pergi tapi asal berdasarkan satu syarat: bahwa tidak satupun boleh makan sampai ia kembali.

Keluarga kura itu setuju dan sikura kecil ini berangkatlah.

Tiga tahun lewat dan kura kecil itu masih juga belum kembali. Lima tahun.... enam tahun .....lalu memasuki tahun ketujuh kepergiannya, kura-kura tertua sudah tak tahan menahan laparnya. Ia pun mengumumkan bahwa ia begitu lapar dan akan mulai makan dan mulai membuka rotinya.

Pada saat itu, tiba2 muncul si kura-kura kecil dari balik sebatang pohon dan berteriak: "LIHAT TUHHHH! Benar kan !? Aku tahu kalian memang tak akan menunggu. Achhh, kalau begini caranya aku nggak mau pergi mengambil garam."

"Sebagian dari kita memboroskan waktu sekedar cuma menunggui sampai orang lain memenuhi harapan kita. Sebaliknya, terkadang kita begitu kuatir, prihatin, sering malah terlalu memperdulikan apa yang dikerjakan orang lain sampai-sampai dan malahan kita cuma berpangku tangan tanpa berbuat apapun."

Bintang laut

Ketika fajar menyingsing, seorang lelaki tua berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati angin laut yang segar menerpa bibir pantai. Di kejauhan dilihatnya seorang anak sedang memungut bintang laut dan melemparkannya kembali ke dalam air. Setelah mendekati anak itu, lelaki tua itu bertanya heran;

'Mengapa engkau mengumpulkan dan melemparkan kembali bintang laut itu ke dalam air?'. Tanyanya. 'Karena bila dibiarkan hingga matahari pagi datang menyengat, bintang laut yang terdampar itu akan segera mati kekeringan.' Jawab si kecil itu. 

'Tapi pantai ini luas dan bermil-mil panjangnya.' Kata lelaki tua itu sambil menunjukkan jarinya yang mulai keriput ke arah pantai pasir yang luas itu. 'Lagi pula ada jutaan bintang laut yang terdampar. Aku ragu apakah usahamu itu sungguh mempunyai arti yang besar.' Lanjutnya penuh ragu.

Anak itu lama memandang bintang laut yang ada di tangannya tanpa berkata sepatahpun. Lalu dengan perlahan ia melemparkannya ke dalam laut agar selamat dan hidup.

'Saya yakin usahaku sungguh memiliki arti yang besar, sekurang-kurangnya... bagi yang satu ini.' Kata si kecil itu. 

----------------------------------------------

Teman, kita sering kali mendambakan untuk melakukan sesuatu yang besar, namun sering kali kita lupa bahwa yang besar itu sering dimulai dengan sesuatu yang kecil.

Wortel, telur, dan kopi

Pelajaran dari Wortel, telur, dan kopi (^-^) 

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. 

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. 

Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.

Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?" 

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu. 

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku? 

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

Roda

Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya. Ia tampak sedih. Tanpa jari-jari yang lengkap, tentu ia tak bisa lagi berjalan dengan lancar. Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan. Karena terburu-buru, ia melupakan ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas. Kini sang roda pun bingung. Kemanakah hendak dicari satu bagian tubuhnya itu?

Sang roda pun berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah ditinggalkannya. Perlahan, ditapakinya jalan-jalan itu. Satu demi satu diperhatikannya dengan seksama. Setiap benda diamati,dan dicermati, berharap, akan ditemukannya jari-jari yang hilang itu. 

Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang. Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalanan. Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam. Hei... semuanya tampak lain. Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil. Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa. Namun kini, semuanya tampak lebih indah. 

Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah. Mereka kini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku. Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam. Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda. Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya. 

Bunga-bunga pun tampak lebih indah. Harum dan semerbaknya lebih terasa menyegarkan. Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah. Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda. Sang roda tertegun dan berhenti sebentar. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat. 

Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya. Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak. Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah. Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang di tabuh. Mereka saling menyapa. Dan serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang roda. 

Begitu pula batu dan kerikil pualam. Kilau yang hadir, tampak berbeda jika dilihat dari mata yang tergesa-gesa. Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh. Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir di tubuh sang roda. Semua batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan. 

Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang. Sang roda pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya. 

* * * * * 

Teman, begitulah hidup. Kita, seringkali berlaku seperti roda-roda yang berjalan terlalu kencang. Kita sering melupakan, ada saat-saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan, namun kita lewatkan karena terburu-buru dan tergesa-gesa. 

Hati kita, kadang terlalu penuh dengan target-target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan. Langkah-langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik, dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perlu di tekuni. 

Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan pualam,kita pun sebenarnya  sedang terlupa pada hal-hal itu. Teman, coba, susuri kembali jalan-jalan kita. Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati. Adakah kebahagiaan yang terlupakan? Adakah keindahan yang tersembunyi dan yang tidak kita nikmati? Kenanglah ingatan-ingatan lalu. Susuri dengan perlahan. Temukan keindahan hidup itu!

Jam dinding

Sebuah jam dinding yang baru selesai dibuat. Pembuatnya menggantungkannya di dinding. Jam dinding baru yang masih muda itu melihat ke kiri dan ke kanan. Ternyata ada banyak sekali teman sebangsanya.

Ia bertanya kepada teman di sampingnya yang sedang rajin bekerja; ‘Apa yang harus aku perbuat?’ Jam dinding tua di sebelah kirinya berkata dengan penuh sombong; ‘Engkau harus mengikuti teladanku. Dalam setahun engkau harus bergerak ke kiri dan ke kanan sebanyak 33.000.000 kali!’

Mendengar itu jam dinding yang masih muda dan belum berpengalaman itu hampir saja jatuh pingsan. ‘Apakah saya mampu bergerak sebanyak itu?’ keluhnya.

Melihat teman yang masih belum bermakan garam yang sudah hampir menyerah sebelum memulai itu, jam dinding di sebelah kanannya berusaha menghiburnya; ‘Hai anak muda! Tak usah engkau berpikir terlalu berat, tak perlu menghitung dalam setahun engkau bergerak berapa kali. Dalam setiap detik bergeraklah satu kali, itu sudah cukup bagimu.’

Jam dinding yang masih muda kini menjadi agak lega. Ia merasa bahwa ia mampu bergerak sekali dalam setiap detik. Dan secara tak sadar ia telah menyelesaikan 33.000.000 dalam setahun.

Bantal

Oh, betapa nikmatnya,.bahwa aku masih memiliki sebuah bantal yang bisa membantu serta menemaniku untuk menciptakan mimpi di malam hari! Setiap malam tiba, aku mengebas bantalku, menempatkannya dalam posisi yang enak buat menyanggah kepalaku untuk beristirahat, untuk menjelajahi segala kemungkinan di dunia mimpi.

Di siang hari, mungkin aku harus berhadapan dengan sejuta kekecewaan, sejuta kegagalan. Mungkin aku harus berhadapan dengan pengalaman yang membuatku seakan tak mampu berdiri dan bergerak maju. Mungkin aku harus berhadapan dengan orang yang memandangku dengan sorotan mata dingin. Mungkin karena salah paham, aku harus menerima penilaian yang tidak adil menurut pertimbanganku. Mungkin sepanjang hari aku diselimuti oleh sejuta kesibukan yang aku sendiri tak tahu mengapa dan untuk apa aku begitu sibuk, hingga seluruh badanku penat menanti liang lahat. Mungkin aku ditinggal sendiri ketika sebuah beban berat datang menindih. Namun, aku bersyukur setidaknya aku masih memiliki sebuah bantal untuk dipeluk.

Bantalku.... Ia menyimpan semua rahasia mimpiku untuk dunia masa datang. Ia secara tabah dan setia mendampingiku saat kemelut batin datang mencekam. Ia rela menampung semua tetes air mataku yang pernah bergulir jatuh. Ia seakan seperti tangan yang penuh kasih, mengeringkan air mata yang masih tersisa di pipiku. Ia begitu senang tanpa kata, ia setia menerimaku apa adanya untuk secara tenang dan nyaman memberikan seluruh diri untuk beristirahat di malam hari.

Terima kasih bantalku!!! Kendati segala kemelut silih berganti datang di hari ini, namun kalau masih ada engkau menemaniku menciptakan mimpi untuk hari esok, maka aku percaya bahwa hari esok merupakan hari baru yang diwarnai oleh sejuta mimpiku.

Anak anjing

Sebuah toko hewan peliharaan (pet store) memasang papan iklan yang menaik bagi anak-anak kecil, "Dijual Anak Anjing". Segera saja seorang anak lelaki datang, masuk ke dalam toko dan bertanya "Berapa harga anak anjing yang anda jual itu?" Pemilik toko itu menjawab, "Harganya berkisar antara 30 - 50 Dollar." Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa keping uang, "Aku hanya mempunyai 2,37 Dollar, bisakah aku melihat-lihat anak anjing yang anda jual itu?" Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya.

Tak lama dari kandang aning munculah anjingnya yang bernama Lady yang diikuti oleh lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian di sepanjang lorong toko. Tetapi, ada satu anak anjing yang tampak berlari tertinggal paling belakang. Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling terbelakang dan tampak cacat itu. Tanyanya, "Kenapa dengan anak anjing itu?" Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika dilahirkan anak anjing itu mempunyai kelainan di pinggulnya, dan akan menderita cacat seumur hidupnya. Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata, "Aku beli anak anjing yang cacat itu." Pemilik toko itu menjawab, "Jangan, jangan beli anak anjing yang cacat itu. Tapi jika kau ingin memilikinya, aku akan berikan anak anjing itu padamu." Anak lelaki itu jadi kecewa. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Aku tak mau kau memberikan anak anjing itu cuma-cuma padaku. Meski cacat anak anjing itu tetap mempunyai harga yang sama sebagaimana anak anjing yang lain. Aku akan bayar penuh harga anak anjing itu. Saat ini aku hanya mempunyai 2,35 Dollar. Tetapi setiap hari akan akan mengangsur 0,5 Dollar sampai lunas harga anak anjing itu." Tetapi lelaki itu menolak, "Nak, kau jangan membeli anak anjing ini. Dia tidak bisa lari cepat. Dia tidak bisa melompat dan bermain sebagaiman anak anjing lainnya."

Anak lelaki itu terdiam. Lalu ia melepas menarik ujung celana panjangnya. Dari balik celana itu tampaklah sepasang kaki yang cacat. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Tuan, aku pun tidak bisa berlari dengan cepat. Aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main sebagaimana anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu membutuhkan seseorang yang mau mengerti penderitaannya."

Kini pemilik toko itu menggigit bibirnya. Air mata menetes dari sudut matanya. Ia tersenyum dan berkata, "Aku akan berdoa setiap hari agar anak-anak anjing ini mempunyai majikan sebaik engkau."

Disaat usiaku 13 tahun

Pelajaran berhargaku pada umur 13

Tiga belas tahun bagiku merupakan usia yang sulit. Bukan saja aku harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada tubuhku, aku juga harus menghadapi pahitnya krisis ekonomi yang dialami keluargaku, yang baru pindah dari sebuah kota besar ke desa di pinggiran. Ketika kami pindah, teman tercintaku, seekor kuda poni cokelat harus dijual. Aku sangat terpukul. Merasa tak berdaya dan sendirian, aku tidak bisa makan atau tidur, dan aku tak hentinya menangis. Aku rindu rumahku yang lama dan kuda poniku. Akhirnya ayahku, menyadari betapa aku sangat kehilangan kuda poniku, membelikanku seekor kuda jantan tua berwarna merah. Aku yakin Cowboy adalah kuda terjelek di dunia. Jari kakinya melengkung ke dalam dan kakinya membentuk huruf X. Tapi aku tidak peduli pada cacatnya. Aku sangat mencintainya. Aku bergabung dengan sebuah club berkuda dan harus menahan diri menerima komentar kasar dan ejekan kejam tentang rupa Cowboy. Aku tidak pernah memperlihatkan perasaanku, tapi jauh di dalam, hatiku sakit. Anggota klub lain menunggangi kuda-kuda ras yang indah. Ketika aku dan Cowboy mengikuti perlombaan di mana seekor kuda dinilai berdasarkan penampilannya, kami langsung dipersilakan keluar. Berapa banyak pun perawatan, vitamin, atau cinta tak bersyarat yang kuberikan takkan bisa mengubah penampilan Cowboy. Aku akhirnya menyadari bahwa satu-satunya kesempatanku ikut perlombaan adalah dalam kategori kecepatan. Aku memilih lomba Tong. Seorang anak perempuan bernama Becky menunggangi seekor kuda jantan ras besar berwarna cokelat dalam lomba kecepatan. Ia selalu memenangkan juara pertama. Itu sebabnya ia tidak merasa terancam ketika aku menjadi lawannya dalam lomba berikutnya. Ia tidak perlu khawatir. Aku menempati posisi kedua dari bawah.  Kenangan menyakitkan ejekan Becky membuatku bertekad mengalahkannya. Selama satu bulan berikutnya aku bangun pagi-pagi dan menunggangi Cowboy sejauh delapan kilometer menuju arena balap. Kami berlatih berjam-jam di tengah panas terik dan sesudahnya aku menuntun Cowboy pulang. Dalam perjalanan pulang aku merasa begitu lelah sehingga jarak delapan kilometer itu serasa dua kali lipat jauhnya. Semua kerja keras kami tidak membuatku merasa yakin ketika waktu perlombaan tiba. Aku duduk di pagar dan gelisah menyaksikan Becky serta kudanya melesat melewati serangkaian tong dengan lancar dan mudah. Akhirnya tiba giliranku. Ketika kusuruh maju, Cowboy tersandung dan hampir jatuh, membuat senang peserta lomba yang lain. Kutekan topiku kuat-kuat di atas kepala, kubelai leher merah Cowboy, dan kumasuki arena lomba. Setelah diberi aba-aba, kami melesat maju ke arah tong pertama, dengan cepat melewatinya, dan dengan sempurna memutari yang kedua serta melesat  melewati yang ketiga. Kami terbang melewati belokan terakhir dan melesat kencang menuju garis finish. Tak ada sorak-sorai yang membahana di udara. Kami disambut keheningan penonton yang terpana. Dengan jantung berdegup kencang, aku mendengar petugas lomba mengumumkan waktu kami. Aku dan Cowboy telah mengungguli Becky dan kuda rasnya yang mahal sebanyak 2 detik penuh! Hari itu aku tidak hanya mendapat gelar juara pertama. Pada usia tiga belas tahun, aku sadar bahwa semustahil apapun sesuatu, aku akan selalu menjadi pemenang kalau aku berusaha keras. Aku bisa menjadi penentu nasibku sendiri.


By : Barbara L Glenn

Pada saat tuhan

Ketika itu, Tuhan telah bekerja enam hari lamanya. Kini giliran untuk diciptakan para ibu. Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata: "Tuhan, banyak nian waktu yang telah Tuhan habiskan untuk membuat ibu ini..."

Dan Tuhan menjawab pelan: "Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan?"

01) Ibu ini harus waterproof (tahan air / cuci) tapi bukan dari plastik.
02) Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai.
03) Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan yang seadanya.
04) Memiliki kuping yang lebar untuk menampung semua keluhan.
05) Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan kaki yang keseleo.
06) Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah, dan
07) enam pasang tangan!!.
Malaikat itu menggeleng-gelengkan kepalanya : "Enam pasang tangan....???"
"Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan Saya, melainkan tangan yang melayani sana sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik...." balas Tuhan.
08) Juga tiga pasang mata yang harus dimiliki seorang ibu.
"Bagaimana modelnya?", malaikat semakin heran.Tuhan mengangguk angguk. "Sepasang mata yang dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya: 'Apa yang sedang kau lakukan di dalam situ?', padahal sepasang mata itu sudah mengetahui jawabannya." "Sepasang mata kedua sebaiknya diletakkan di belakang kepalanya, sehingga ia bisa melihat ke belakang tanpa menoleh. Artinya, ia dapat melihat apa yang sebenarnya tak boleh ia lihat." "Sepasang mata ketiga untuk menatap lembut seorang anak yang mengakui kekeliruannya. Mata itu harus bisa bicara! Mata itu harus berkata: "Saya mengerti dan saya sayang padamu". Meskipun tidak diucapkan sepatah kata pun." "Tuhan", kata malaikat itu lagi, "Istirahatlah." "Saya tidak dapat, Saya sudah hampir selesai."
09) Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit.
10) Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu setengah ons daging saja.
11) Ia juga harus bisa menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi.

Malaikat membalik-balikkan contoh Ibu dengan perlahan. "Terlalu lunak", katanya memberi komentar. "Tapi kuat!" kata Tuhan bersemangat. "Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung, pikul dan derita." "Apakah ia dapat berpikir?" tanya malaikat lagi. "Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat memberi ide, gagasan, dan berkompromi", kata Sang Pencipta.

Akhirnya malaikat menyentuh sesuatu di pipi, "Eh, ada kebocoran di sini!" "Itu bukan kebocoran", kata Tuhan.

"Itu adalah air mata... air mata kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air mata kesepian, air mata kebanggaan, air mata..., air mata..." "Tuhan memang ahlinya...", malaikat berkata pelan.

Kalau marah

Kalau kamu marah,,..?? 'Pakukan' sebuah paku di tembok... >.<

Ada seorang ayah ingin mendidik anaknya yang pemarah. Ia memberi 1 buah palu dan 10 buah paku serta mengatakan, “Setiap hari, bila engkau marah, ‘pakukan’ sebuah paku di tembok kamar tidurmu. Tetapi pada hari engkau dapat menahan amarahmu ‘cabut’ sebuah paku yang telah kau pakukan di tembok.”

Secara bertahap, pelan-pelan… akhirnya si anak menyadari bahwa lebih mudah menahan amarah daripada memakukan paku ke tembok. Dua minggu telah berlalu, dan si anak memberi tahu bahwa semua paku telah tercabut.

Ayahnya mengajak si anak ke tembok yang pernah di paku tersebut dan berkata, “Anakku, kau telah berhasil meredam amarahmu. Tetapi, lihatlah lubang bekas paku pada tembok ini. Tembok ini tidak akan pernah bisa seperti sebelumnya. Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu akan meninggalkan bekas seperti lubang bekas paku di hati orang yang mendengarnya. Tidak peduli berapa kali kau meminta maaf, luka itu tetap ada dan membekas di hatinya.” 

Magy dan buku cerita

Semuanya itu disadari John pada saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya. Dengan susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk. Semuanya sia-sia belaka. Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya Magy di suatu sore. 3 minggu yang lalu John membawa pekerjaannya pulang. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham. 

Pada saat John memeriksa pekerjaannya, Magy putrinya yang baru berusia 2 tahun datang menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri. Dia berkata dengan suara manjanya, "Papa lihat !" John menengok kearahnya dan berkata, "Wah, buku baru ya ?" "Ya Papa !" katanya berseri-seri, "Bacain dong !" "Wah, Ayah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh", kata John dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya. 

Magy hanya berdiri terpaku disamping John sambil memperhatikan. Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat- buat mulai merayu kembali "Tapi mama bilang Papa akan membacakannya untuk Magy". Dengan perasaan agak kesal John menjawab: "Magy dengar, Papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya". "Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa" katanya sendu. "Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu." "Lain kali Magy, sana. Papa sedang banyak kerjaan." 

John berusaha untuk tidak memperhatikan Magy lagi. Waktu berlalu, Magy masih berdiri kaku disebelah Ayahnya sambil memegang erat bukunya. Tiba-tiba Magy mulai lagi "Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus ! Papa pasti akan suka". "Magy, sekali lagi Ayah bilang : Lain kali !" dengan agak keras John membentak anaknya. Hampir menangis Magy mulai menjauh, "Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali". Tapi Magy kemudian mendekati Ayahnya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang Ayah sambil berkata "Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Magy juga bias ikut dengar". John hanya diam. 

Kejadian 3 minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran John. John teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah. Magy yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil di atas tangannya yang kasar mengatakan: "Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut dengar". Dan karena itulah John mulai membuka buku cerita yang diambilnya, dari tumpukan mainan Magy di pojok ruangan. John mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya. John sudah melupakan pekerjaannya yang dulunya amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah. John terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin. Sambil berharap cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir. 

Sumber : Network 21 

Kekayaan, kesuksesan

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua. 

Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut". 

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?" Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar." "Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali", kata pria itu. 

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini". Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam. 

"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu hampir bersamaan. Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran. Salah seseorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu." 

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan kekayaan." 

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita." 

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang." Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita." 

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini." 

Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan. "Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?" 

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini." 

Suka, cinta dan sayang

Di hadapan orang yang kau cintai, musim dingin berubah menjadi musim semi yang indah. Di hadapan orang yang kau sukai, musim dingin tetap saja musim dingin, hanya suasananya lebih indah sedikit

Di hadapan orang yang kau cintai, jantungmu tiba-tiba berdebar lebih cepat. Bersama orang yang kau sukai, kau hanya merasa senang dan gembira saja

Apabila engkau melihat mata orang yang kau cintai, matamu berkaca-kaca. Apabila engkau melihat mata orang yang kau sukai, engkau hanya tersenyum saja

Di hadapan orang yang kau cintai, kata-kata yang keluar berasal dari perasaan yang terdalam. Di hadapan orang yang kau sukai, kata-kata hanya keluar dari pikiran saja

Jika orang yang kau cintai menangis, engkaupun akan ikut menangis di sisinya. Jika orang yang kau sukai menangis, engkau hanya menghibur saja

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, tapi rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kau mau berhenti menyukai seseorang cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kau mencoba menutup matamu dari orang yang kau cintai, cinta itu berubah menjadi tetesan airmata dan terus tinggal dihatimu dalam waktu yang cukup lama 

Tetapi selain rasa suka dan cinta, ada perasaan lain yang lebih mendalam yaitu rasa sayang. Rasa yang tidak hilang secepat rasa cinta. Rasa yang tidak mudah berubah. Perasaan yang dapat membuatmu berkorban untuk orang yang kau sayangi. Mau menderita demi kebahagiaan orang yang kau sayangi 

Cinta ingin memiliki. Tapi SAYANG hanya ingin melihat orang yang disayanginya bahagia walaupun harus kehilangan .......... 

Dewasa dalam hidup

Setiap jenjang kedewasaan yang lebih tinggi, demikian pengalaman saya bertutur, sering kali mentertawakan jenjang kedewasaan di bawahnya. Ketika baru saja mulai belajar bekerja sebagai seorang sarjana baru di salah satu perusahaan Jepang, kerap kali dalam rapat saya ditertawakan orang karena berbicara dengan jargon-jargon universitas yang asing. Tatkala baru belajar berbicara di depan umum, tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa muka saya merah ketika didebat orang. Pada saat baru belajar memimpin orang, sejumlah bawahan memberi masukan kalau saya mudah sekali tersinggung. Pada tahapan-tahapan tertentu dalam kehidupan saya sebagai manusia, pernah terjadi Tuhan tidak pernah saya anggap benar. 

Ketika belum jadi manajer, memohon ke Tuhan agar jadi manajer. Namun, begitu merasakan beratnya duduk di kursi pimpinan ini, maka Tuhanpun disesalkan. Tatkala naik bus kota sering berdoa agar punya mobil. Saat mobil sudah di tangan, kemudian menggerogoti kantong dengan seluruh kerusakannya, maka salah lagilah Tuhan. 

Sekarang, ketika tabungan pengalaman dan kesulitan telah bertambah, rambut sudah mulai memutih, badan dan jiwa mulai lebih tahan bantingan, terlihat jelas, betapa naif dan kekanak-kanakannya saya pernah jadi manusia. Yang membuat saya super heran, kalau bertemu orang dengan umur yang jauh lebih tua dari saya, tetapi memiliki tingkat kenaifan yang sama dengan saya ketika masih amat muda. 

Bekerja dengan orang lain, bahkan termasuk dengan pemilik perusahaanpun, tidak ada yang dinilai benar dan pintar. Setiap orang, di mata orang ini, hanyalah kumpulan manusia yang tidak patut dihargai. Kecuali, tentunya manusia-manusia dengan isi kepala yang sama, atau mau berkorban menyesuaikan diri sepenuhnya. Di salah satu perusahaan yang menjadi klien saya, orang mengenal seorang pimpinan yang diberi stempel Mr. Complain. Semua orang disekitarnya - dari sekretaris hingga boss besar - dikeluhkan begini dan begitu. Dengan saya, Tuhanpun sering di-complain. Dari salah profesi, keliru memilih istri, anak-anak yang tidak bisa diurus, sampai dengan pemilik perusahaan yang dia sebut super kampungan. Sebagai hasilnya, ia memiliki koleksi musuh yang demikian banyak, pindah kerja dari satu tempat ke tempat lain, dan yang paling penting memiliki kehidupan yang kering kerontang. Di mata orang-orang seperti ini, Tuhan senantiasa tidak pernah benar. 

Sulit sekali bagi manusia jenis ini untuk menerima saja lingkungan dan rezekinya. Yang ada hanyalah keluhan, keluhan dan keluhan. Dengan sedikit kejernihan, diri kita sebenarnya karunia 
Tuhan yang paling berharga. Anda dengan hidung, mata, bibir, kepribadian, ketrampilan, dan senyuman yang Anda miliki, hanya dimiliki oleh Anda sendiri. Tukang jahit jarang sekali membuat satu model baju untuk satu orang saja. Arsitek sedikit yang gambarnya diperuntukkan hanya untuk satu orang saja. Kalaupun ada tukang jahit dan arsitek yang membuat disain khusus, dengan sangat mudah orang lain bisa menirunya. Tetapi Tuhan, mendisain setiap manusia semuanya dengan keunikan. Bahkan, manusia kembarpun tetap unik. Dan yang paling penting, tidak ada satupun yang bisa meniru Anda dengan seluruh keunikan Anda. 

Bayangkan, betapa sulit dan besar energi yang dibutuhkan untuk mendisain sesuatu yang unik dan tidak bisa ditiru siapapun. Bercermin dari sini, disamping kita harus berterimakasih ke Tuhan karena menciptakan keunikan yang tidak ada tiruannya, sudah saatnya untuk mencari cara bagaimana keunikan dalam diri ini bisa dimaksimalkan. Hidung saya yang tidak mancung ini tentu saja hanya milik saya seorang diri. Dulu ia menjadi sumber rasa minder, namun ketika ada orang yang mengatakan ini penuh keberuntungan, maka berubahlah dia sebagai energi keberhasilan. 

Kembali ke cerita awal tentang manusia yang kerap menempatkan Tuhan dalam posisi selalu tidak benar, sudah saatnya mungkin kita menerima dan menghargai seluruh keunikan yang hanya milik kita sendiri. Kalau memiliki rumah, mobil, baju yang hanya didisain khusus untuk kita, tentu saja ia amat membahagiakan dan membanggakan. Demikian juga dengan tubuh dan jiwa ini. Ia hanya didisain khusus untuk kita. 

Baik, buruk, cantik, ganteng, menarik, simpatik atau membosankan sekalipun, sebenarnya hanyalah judul dan stempel yang kita berikan ke tubuh unik yang kita bawa ke mana-mana ini. Bedanya, judul ini kemudian tidak hanya merubah mata Anda, tetapi juga mata orang lain dalam melihat diri Anda sendiri.

Dikutip dari Ladang Kehidupan 2004