Pages - Menu

Anak burung elang

Pelajaran dari ‘Anak Burung Elang’ (^-^)

Pagi itu kumasuki ruang kantorku di lantai 31, lantai tertinggi di salah satu gedung pencakar langit di Jakarta. Bangunan kantor ku terbilang agak tua dengan bentuk seluruh bangunan dikelilingi oleh jendela kaca. Seperti biasanya aku langsung sibuk menghadap monitor dan membaca beberapa e-mail, tiba-tiba saja aku dengar bunyi pletak.. cukup keras, karena ruang kerjaku juga dikelilingi oleh kaca, aku bisa melihat pantulan seekor burung yang baru saja menabrak jendela.

Tadinya kupikir ada burung yang bodoh atau sakit, kok ya bisa nyasar menabrak kaca, atau memang burung itu kesasar dan sedang mencari sarangnya dan mencoba menembus jendela kaca. Dari bunyinya yang cukup keras pasti benturan itu sakit sekali. Tapi anehnya hal itu terjadi berkali-kali. Akhirnya dengan sengaja kupunggungi monitorku, sambil duduk kuarahkan perhatianku ke jendela, dan kulihat ada seekor anak burung elang yang rupanya sedang belajar terbang, dikepak-kepakkan sayapnya sambil terbang oleng ke kiri dan ke kanan, kadang tampak seperti akan jatuh tapi berhasil naik lagi dan kalau sudah membentur kaca maka ia akan melesat terbang lebih tinggi serta mencari tempat di pipa yang menyangga kaca jendela untuk beristirahat.

Keesokan harinya begitu tiba di kantor dengan sengaja kulihat ke bawah jendela dan tampak 2 ekor anak burung sedang terpekur di atas pipa, mungkin takut, sakit dan kecapaian sehabis berlatih kemarin, dan hari ini harus mencoba lagi. Benar saja siangnya kembali terdengar beberapa kali bunyi pletak... tidak sesering kemarin tapi toh masih terjadi. Hal ini berlangsung sekitar 5 hari.

Hari ini merupakan hari ke lima, kembali aku memandang jendela dan melihat 2 ekor anak burung terbang dengan gagah, manakala dia hampir menyentuh kaca jendela (masih berjarak kira-kira 50 cm) maka dia akan melesat, menghindari tabrakan dengan kaca, ah si burung elang sudah pandai terbang sekarang dan dia terbang dengan begitu gagahnya.

Kemudian aku duduk merenung, bukankah hal itu sama juga dengan kehidupan kita? Seringkali kita bukan hanya tersandung tapi terbentur tembok. Berapa banyak dari kita yang kemudian hanya duduk diam termenung tanpa punya keinginan untuk bangkit ketika kita menabrak tembok, menemukan kegagalan dan ditolak mentah- mentah? Kita cenderung merasa nyaman dengan perasaan mengasihani diri sendiri tanpa ada keinginan untuk bangkit. Mungkin bahkan ada teman-teman kita yang bukannya memberikan dorongan namun justru mentertawakan kita. Padahal kalau kita mau mencoba lagi seperti yang dilakukan oleh anak burung saat belajar terbang maka kita akan dapat juga merentangkan ‘sayap’ kita dengan penuh sukacita. Semuanya berpulang kepada kita mau menyerah atau tetap berjuang. Hidup bahagia bukanlah suatu hal yang serba instant dan praktis melainkan suatu proses, butuh ketekunan, kesabaran, ketelatenan dan kasih. Maukah kita belajar dari dari anak burung elang tersebut, untuk mau mencoba, mencoba dan mencoba lagi manakala kita gagal, manakala kita ditolak bahkan disingkirkan?
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar